Beranda » Blog » Bunyi Duit di Kampung Kaleng

Bunyi Duit di Kampung Kaleng

Diposting pada 29 January 2018 oleh admin / Dilihat: 1.223 kali / Kategori:

KOMPAS.com – Selama bunyi tak-tek-tok masih terdengar, berarti duit terus berputar. Begitu kata para perajin perabotan berbahan kaleng di Kampung Dukuh, Desa Pasirmukti, Citeureup, Kabupaten Bogor.

Memasuki Kampung Dukuh, Desa Pasirmukti, seperti memasuki dunia kaleng. Sejauh mata memandang, pelat-pelat kaleng yang baru maupun bekas terlihat menumpuk hingga ke gang-gang sempit. Permukaannya memantulkan bayangan pepohonan, rumah, dan kaki-kaki warga yang lalu lalang.

Di muka hampir semua rumah, kita bisa melihat produk berbahan kaleng tersusun rapi. Ada panci, kompor, kaleng kerupuk, tempat sampah, langseng, penggorengan, oven raksasa, aksesori mobil, bahkan knalpot sepeda motor. Barang-barang itu menunggu diangkut ke sejumlah pasar terutama di Jabodetabek.

Yang lebih khas dari kampung ini adalah suara tak-tek-tok yang bising. Bayangkan, di sana ada 135 keluarga yang membuka bengkel produksi kerajinan berbahan kaleng. Setiap bengkel menghasilkan suara tak-tek-tok yang keluar dari benturan palu menempa pelat kaleng. Bunyi itu terdengar ritmis dan bersahut-sahutan. Dedi Ahmadi (33), anak muda Kampung Dukuh, mengatakan, bunyi mulai terdengar di pagi hari dan baru berhenti malam hari. ”Yang bisa menghentikan suara tak-tek-tok di kampung ini hanya azan, waktu makan, dan istirahat,” ujar Dedi berseloroh.

Begitulah, bunyi kaleng bagai detak jantung yang menandakan bahwa ”kampung kaleng” masih ada. ”Kalau suara itu hilang artinya perajin kaleng di sini semuanya sudah bangkrut,” tambah Dedi.

Aktifitas Perajin di Kampung Kaleng

Aktifitas Perajin di Kampung Kaleng

Pelanggan tukang bakso

Siang itu, ia mengajak kami mampir ke bengkel kerja milik Anwarudin (45) di pojok kampung dekat kuburan. ”Konser” kaleng seperti menyambut kedatangan kami. Di sana ada dua pekerja yang sedang membuat langseng berbahan pelat kaleng tebal. Pelat-pelat itu mereka gunting dengan aneka pola. Lantas mereka ketok dan sambung hingga berbentuk silinder.

Baca Juga:  Kue Kering Lebaran !! Kue Semprit

Anwarudin mengatakan, semua pekerjaan di bengkel kerjanya masih dilakukan secara manual. Itu sebabnya, bengkelnya hanya bisa memproduksi sekitar 10 langseng aneka ukuran setiap hari. Langseng itu ia jual dengan harga antara Rp 110.000-Rp 150.000 per buah. Barang serupa setelah masuk ke toko kelontong, harganya bisa melonjak hingga dua kali lipat.

”Pelanggan kami kebanyakan tukang bakso. Kalau bapak mau jualan bakso, silakan beli langsengnya di sini, mumpung harga pabrik,” kata Anwarudin bercanda.

Di rumah Nurman (38) yang menyempil di dalam kebun, beberapa pekerja sedang merakit oven. Oven yang ia produksi sebagian berukuran jumbo dengan panjang lebih dari 1 meter. ”Biasanya yang beli oven seperti ini tukang roti,” katanya mulai bercerita.

Ia hanya sanggup membuat 2-3 unit oven ukuran sedang dan besar setiap hari. Oven produksinya ia jual antara Rp 450.000-Rp 2,3 juta bergantung pada ukuran. Tidak jauh dari rumah Nurman, ada beberapa rumah yang memproduksi alat penyiram air, panci, hingga aneka aksesori mobil. ”Pokoknya semua perabotan berbahan pelat kaleng bisa dibuat di sini,” tambah Nurman.

Hampir semua perabotan kaleng yang diproduksi di kampung itu, lanjut Nurman, mengalir ke sejumlah sentra penjualan perabotan di Jakarta, seperti Cawang, Jatinegara Mester, Jembatan Lima, Tanah Abang, dan Mayestik. Kadang, ada juga pesanan dari luar wilayah Jabodetabek.

Tiga generasi

Bagaimana Kampung Dukuh bisa menjadi ”kampung kaleng?”. Para perajin tidak bisa bercerita banyak soal itu. Mereka hanya ingat bahwa usaha kerajinan perabotan kaleng telah berlangsung selama tiga generasi. ”Aki (kakek) saya dulu perajin kaleng, lalu diturunkan ke orangtua, dan sekarang saya yang menjalankan,” kata Anwarudin.

Meski sejumlah pabrik berdiri di sekitar Citeureup, mereka tidak banyak yang tertarik bekerja di sana. ”Saya pernah cari pengalaman bekerja di pabrik, tapi cuma tahan satu minggu. Setiap hari saya cuma nengokin jam menunggu waktu pulang tiba. Akhirnya, saya berhenti dan memilih jadi perajin oven. Hasilnya seminggu saya bisa mutar uang Rp 20 juta-Rp 30 juta. Keuntungan bersihnya 10 persen.”

Baca Juga:  Roti Croissant; Roti Ikonik Dari Prancis

Para pemuda Kampung Dukuh memang tidak perlu bekerja di pabrik, sebab pekerjaan di kampung sendiri pun banyak. Uang yang berputar di kampung itu pun lumayan. Dedi mengatakan, setiap bengkel minimal memutar uang Rp 10 juta per minggu. Dengan 135 bengkel, berarti ada Rp 1,35 miliar uang yang berputar per minggu.

Selain Kampung Dukuh di Pasirmukti, ada beberapa kampung lain seperti Tarikolot, Gunungsari, dan Sukahati yang juga memproduksi perabotan berbahan kaleng. Meski begitu, yang paling besar ada di Kampung Dukuh.

Karena begitu banyak perajin kaleng, persaingan di antara mereka pun sangat ketat. Agar produknya laku, mereka sering banting harga. Selain merusak harga, praktik itu juga memicu konflik antartetangga. ”Kadang satu keluarga berantem gara-gara saling banting harga. Yang senang pelanggan karena mereka tinggal cari harga paling murah,” ujar Dedi.

Dedi melihat, situasi itu tidak menguntungkan. Bersama Anwarudin dan Nurman, tahun lalu, mereka sepakat mengakhiri persaingan tak sehat di antara perajin dan membentuk kelompok usaha bersama bernama Rancage yang berarti lincah dan tidak mudah tertinggal. ”Kami datangi perajin door to door untuk meyakinkan bahwa usaha bersama itu lebih menguntungkan,” kata Dedi yang ditunjuk sebagai Ketua Usaha Bersama Rancage.

Saat ini, dari 135 perajin, 20 di antaranya telah bergabung dalam Rancage. Limbah kaleng yang dulu dibuang begitu saja, kini diolah menjadi aksesori toples dan kaleng kerupuk mungil. ”Produk ini laku keras di setiap pameran, dan sekarang jadi salah satu ikon kami,” kata Dedi.

Beberapa bulan lalu mereka mendapat bantuan mesin pres dan mesin potong dari pihak pemda. Dedi dengan bangga memperlihatkan kedua mesin sumbangan yang belum dioperasikan itu. Di luar itu semua, Dedi, Anwarudin, dan Nurman, sedang mencari cara untuk memperkenalkan Kampung Dukuh ke masyarakat luas. Yang terjadi saat ini adalah Kampung Dukuh yang bikin kompor, daerah Cawang yang dapat nama. ”Saya sedih kalau melihat liputan televisi soal perabotan kaleng, pasti yang diliput toko-toko di Cawang. Padahal, barang di situ semuanya dipasok dari sini,” ujar Anwarudin.

 Agar kampung unik itu dikenal orang, mereka akan mendeklarasikan Kampung Dukuh sebagai kampung kaleng dan menjadikannya sebagai daerah tujuan wisata belanja. (Budi Suwarna)
Kampung Kaleng – www.kampungkaleng.com

Kampung Kaleng adalah sentra perajin logam yang berada di Bogor. Banyaknya warga yang berprofesi sebagai perajin logam, menjadikan daerah ini salah satu UMKM unggulan Kabupaten Bogor. Logam dalam bahasa citeureup, sering disebut dengan “kaleng”. Sehingga apapun jenis logam, alumunium, stainless, galvalum, disebut “kaleng”. Tak heran bila media yang meliput, kemudian menyebut daerah ini menjadi Kampung Kaleng.

Baca Juga:  Roti Gembong: Memahami Lezatnya Tradisi Kuliner Indonesia

kaleng kerupuk mini, kaleng kerupuk, kerupuk kaleng, kaleng kerupuk jadul, kaleng kerupuk besar, harga kaleng kerupuk, kaleng kerupuk sabar, tempat kerupuk kaleng, kaleng kerupuk kecil, kaleng kerupuk kosong, harga kaleng kerupuk besar, tempat jual kaleng kerupuk jadul, kaleng kerupuk stainless, wadah kerupuk jadul, harga 1 kaleng kerupuk

Tags: , ,

Bagikan ke

Bunyi Duit di Kampung Kaleng

Saat ini belum tersedia komentar.

Silahkan tulis komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan kami publikasikan. Kolom bertanda bintang (*) wajib diisi.

*

*

Bunyi Duit di Kampung Kaleng

Social Media & Marketplace
Chat via Whatsapp

Ada yang ditanyakan?
Klik untuk chat dengan customer service kami

Nila
● online
Ayu
● online
Nila
● online
Halo, perkenalkan saya Nila
baru saja
Ada yang bisa saya bantu?
baru saja

Produk yang sangat tepat, pilihan bagus..!

Berhasil ditambahkan ke keranjang belanja
Lanjut Belanja
Checkout
Produk Quick Order

Pemesanan dapat langsung menghubungi kontak dibawah: