Pada zaman kolonialisasi Belanda, keberadaan kue ini di nusantara hanya bisa dinikmat oleh kalangan bangsawan. Kue ini disajikan pada momen tertentu sebagai hidangan pembuka. Itulah kue talam.
Keberadaannya diperkirakan sekitar 500 tahun yang lalu. Kue ini sarat akan pengaruh budaya Indo Tionghoa-Belanda yang mengakar di Batavia atau Betawi masa kini. Dari segi bahasa, kata “kue” berasal dari kata serapan Hokkian yaitu “koe” istilah tradisional peranakan Tionghoa untuk menyebut kue.
Teksturnya yang lembut, lentur dan lengket menggambarkan keberadaan pergaulan manusia yang homogen, senantiasa bersikap halus, toleran agar senantiasa memelihara persahabatan dan tak mudah dipisahkan.
Biasanya kue talam terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan yang berada di bawah rasanya manis dan rasa gurih berada di bagian atas. Menggambarkan bahwa kehidupan di muka bumi ini tidak selalu manis, ada rasa lain yang mau tidak mau harus dirasakan dalam kehidupan ini.
Dewasa ini, kue talam sangat mudah dijumpai di pasar tradisional maupun toko-toko kue. Keberadaannya sangat digemari masyarakat dari berbagai kalngan baik orang tua, muda, maupun anak-anak mengingat cita rasa yang lezat dan dari sisi harga tergolong murah.
Aneka macam bentuk kue talam, ada kue talam yang berbentuk budar, kue talam lapis segi empat, dan lainya. Bentuk yang beraneka macam tersebut tidak lepas dari cetakan kue yang dipakai pada proses pembuatannya.
Cetakan kue talam bisa didapatkan di https://kampungkaleng.com/blog/.
Selamat datang kembali, silahkan login ke akun Anda.
Belum menjadi member? Daftar