Bunyi Duit di Kampung Kaleng
KOMPAS.com – Selama bunyi tak-tek-tok masih terdengar, berarti duit terus berputar. Begitu kata para perajin perabotan berbahan kaleng di Kampung Dukuh, Desa Pasirmukti, Citeureup, Kabupaten Bogor.
Memasuki Kampung Dukuh, Desa Pasirmukti, seperti memasuki dunia kaleng. Sejauh mata memandang, pelat-pelat kaleng yang baru maupun bekas terlihat menumpuk hingga ke gang-gang sempit. Permukaannya memantulkan bayangan pepohonan, rumah, dan kaki-kaki warga yang lalu lalang.
Di muka hampir semua rumah, kita bisa melihat produk berbahan kaleng tersusun rapi. Ada panci, kompor, kaleng kerupuk, tempat sampah, langseng, penggorengan, oven raksasa, aksesori mobil, bahkan knalpot sepeda motor. Barang-barang itu menunggu diangkut ke sejumlah pasar terutama di Jabodetabek.
Yang lebih khas dari kampung ini adalah suara tak-tek-tok yang bising. Bayangkan, di sana ada 135 keluarga yang membuka bengkel produksi kerajinan berbahan kaleng. Setiap bengkel menghasilkan suara tak-tek-tok yang keluar dari benturan palu menempa pelat kaleng. Bunyi itu terdengar ritmis dan bersahut-sahutan. Dedi Ahmadi (33), anak muda Kampung Dukuh, mengatakan, bunyi mulai terdengar di pagi hari dan baru berhenti malam hari. ”Yang bisa menghentikan suara tak-tek-tok di kampung ini hanya azan, waktu makan, dan istirahat,” ujar Dedi berseloroh.
Begitulah, bunyi kaleng bagai detak jantung yang menandakan bahwa ”kampung kaleng” masih ada. ”Kalau suara itu hilang artinya perajin kaleng di sini semuanya sudah bangkrut,” tambah Dedi.

Aktifitas Perajin di Kampung Kaleng
Pelanggan tukang bakso
Siang itu, ia mengajak kami mampir ke bengkel kerja milik Anwarudin (45) di pojok kampung dekat kuburan. ”Konser” kaleng seperti menyambut kedatangan kami. Di sana ada dua pekerja yang sedang membuat langseng berbahan pelat kaleng tebal. Pelat-pelat itu mereka gunting dengan aneka pola. Lantas mereka ketok dan sambung hingga berbentuk silinder.
Anwarudin mengatakan, semua pekerjaan di bengkel kerjanya masih dilakukan secara manual. Itu sebabnya, bengkelnya hanya bisa memproduksi sekitar 10 langseng aneka ukuran setiap hari. Langseng itu ia jual dengan harga antara Rp 110.000-Rp 150.000 per buah. Barang serupa setelah masuk ke toko kelontong, harganya bisa melonjak hingga dua kali lipat.
”Pelanggan kami kebanyakan tukang bakso. Kalau bapak mau jualan bakso, silakan beli langsengnya di sini, mumpung harga pabrik,” kata Anwarudin bercanda.
Di rumah Nurman (38) yang menyempil di dalam kebun, beberapa pekerja sedang merakit oven. Oven yang ia produksi sebagian berukuran jumbo dengan panjang lebih dari 1 meter. ”Biasanya yang beli oven seperti ini tukang roti,” katanya mulai bercerita.
Ia hanya sanggup membuat 2-3 unit oven ukuran sedang dan besar setiap hari. Oven produksinya ia jual antara Rp 450.000-Rp 2,3 juta bergantung pada ukuran. Tidak jauh dari rumah Nurman, ada beberapa rumah yang memproduksi alat penyiram air, panci, hingga aneka aksesori mobil. ”Pokoknya semua perabotan berbahan pelat kaleng bisa dibuat di sini,” tambah Nurman.
Hampir semua perabotan kaleng yang diproduksi di kampung itu, lanjut Nurman, mengalir ke sejumlah sentra penjualan perabotan di Jakarta, seperti Cawang, Jatinegara Mester, Jembatan Lima, Tanah Abang, dan Mayestik. Kadang, ada juga pesanan dari luar wilayah Jabodetabek.
Tiga generasi
Bagaimana Kampung Dukuh bisa menjadi ”kampung kaleng?”. Para perajin tidak bisa bercerita banyak soal itu. Mereka hanya ingat bahwa usaha kerajinan perabotan kaleng telah berlangsung selama tiga generasi. ”Aki (kakek) saya dulu perajin kaleng, lalu diturunkan ke orangtua, dan sekarang saya yang menjalankan,” kata Anwarudin.
Meski sejumlah pabrik berdiri di sekitar Citeureup, mereka tidak banyak yang tertarik bekerja di sana. ”Saya pernah cari pengalaman bekerja di pabrik, tapi cuma tahan satu minggu. Setiap hari saya cuma nengokin jam menunggu waktu pulang tiba. Akhirnya, saya berhenti dan memilih jadi perajin oven. Hasilnya seminggu saya bisa mutar uang Rp 20 juta-Rp 30 juta. Keuntungan bersihnya 10 persen.”
Para pemuda Kampung Dukuh memang tidak perlu bekerja di pabrik, sebab pekerjaan di kampung sendiri pun banyak. Uang yang berputar di kampung itu pun lumayan. Dedi mengatakan, setiap bengkel minimal memutar uang Rp 10 juta per minggu. Dengan 135 bengkel, berarti ada Rp 1,35 miliar uang yang berputar per minggu.
Selain Kampung Dukuh di Pasirmukti, ada beberapa kampung lain seperti Tarikolot, Gunungsari, dan Sukahati yang juga memproduksi perabotan berbahan kaleng. Meski begitu, yang paling besar ada di Kampung Dukuh.
Karena begitu banyak perajin kaleng, persaingan di antara mereka pun sangat ketat. Agar produknya laku, mereka sering banting harga. Selain merusak harga, praktik itu juga memicu konflik antartetangga. ”Kadang satu keluarga berantem gara-gara saling banting harga. Yang senang pelanggan karena mereka tinggal cari harga paling murah,” ujar Dedi.
Dedi melihat, situasi itu tidak menguntungkan. Bersama Anwarudin dan Nurman, tahun lalu, mereka sepakat mengakhiri persaingan tak sehat di antara perajin dan membentuk kelompok usaha bersama bernama Rancage yang berarti lincah dan tidak mudah tertinggal. ”Kami datangi perajin door to door untuk meyakinkan bahwa usaha bersama itu lebih menguntungkan,” kata Dedi yang ditunjuk sebagai Ketua Usaha Bersama Rancage.
Saat ini, dari 135 perajin, 20 di antaranya telah bergabung dalam Rancage. Limbah kaleng yang dulu dibuang begitu saja, kini diolah menjadi aksesori toples dan kaleng kerupuk mungil. ”Produk ini laku keras di setiap pameran, dan sekarang jadi salah satu ikon kami,” kata Dedi.
Beberapa bulan lalu mereka mendapat bantuan mesin pres dan mesin potong dari pihak pemda. Dedi dengan bangga memperlihatkan kedua mesin sumbangan yang belum dioperasikan itu. Di luar itu semua, Dedi, Anwarudin, dan Nurman, sedang mencari cara untuk memperkenalkan Kampung Dukuh ke masyarakat luas. Yang terjadi saat ini adalah Kampung Dukuh yang bikin kompor, daerah Cawang yang dapat nama. ”Saya sedih kalau melihat liputan televisi soal perabotan kaleng, pasti yang diliput toko-toko di Cawang. Padahal, barang di situ semuanya dipasok dari sini,” ujar Anwarudin.
Kampung Kaleng adalah sentra perajin logam yang berada di Bogor. Banyaknya warga yang berprofesi sebagai perajin logam, menjadikan daerah ini salah satu UMKM unggulan Kabupaten Bogor. Logam dalam bahasa citeureup, sering disebut dengan “kaleng”. Sehingga apapun jenis logam, alumunium, stainless, galvalum, disebut “kaleng”. Tak heran bila media yang meliput, kemudian menyebut daerah ini menjadi Kampung Kaleng.
kaleng kerupuk mini, kaleng kerupuk, kerupuk kaleng, kaleng kerupuk jadul, kaleng kerupuk besar, harga kaleng kerupuk, kaleng kerupuk sabar, tempat kerupuk kaleng, kaleng kerupuk kecil, kaleng kerupuk kosong, harga kaleng kerupuk besar, tempat jual kaleng kerupuk jadul, kaleng kerupuk stainless, wadah kerupuk jadul, harga 1 kaleng kerupuk
Bunyi Duit di Kampung Kaleng
Kue berjenis sponge dan chiffon memiliki bentuk dan wujud yang sama. Keduanya punya rasa yang manis dan bisa dipadukan berbagai... selengkapnya
Roti bagel memiliki asal usul yang kaya sejarah dan berasal dari tradisi kuliner Yahudi di Eropa Timur, terutama Polandia. Meskipun... selengkapnya
Bagi pemilik usaha bakery, menemukan supplier loyang dan cetakan kue berkualitas sangat penting untuk memastikan hasil produksi yang optimal. Loyang... selengkapnya
Wedang merupakan minuman tradisional Indonesia yang sering disajikan dalam bentuk minuman hangat. Sejarah wedang sendiri berkaitan dengan penggunaan rempah-rempah dan... selengkapnya
Dalam beberapa tahun terakhir, tren penggunaan food tray semakin meningkat, baik di rumah, restoran, rumah sakit, maupun dalam program makan... selengkapnya
Dalam kekayaan kuliner Indonesia, terdapat berbagai hidangan tradisional yang menggoda lidah dan memanjakan perut. Salah satunya adalah Roti Gembong, sebuah... selengkapnya
Cinnamons Rolls roti yang sedang ramai belakang ini atau biasa di sebut roti gulung kayu manis tapi ada yang tau... selengkapnya
Baking Class: Mengasah Kreativitas dan Keahlian Membuat Kue Memasak dan membuat kue bukan hanya sekadar kebutuhan, melainkan juga menjadi kegiatan... selengkapnya
Tahun Baru Imlek identik dengan adanya lampion. Kita dapat menemukan banyak lampion, baik di kelenteng, jalan, maupun rumah-rumah warga Tionghoa... selengkapnya
Saat kue keranjang mulai menjamur dijajakan di pasaran atau pun pertokoan, saat itu lah menjadi pertanda bahwa imlek sebentar lagi... selengkapnya
Cutter Cookies edisi natal, ukuran 3,5 cm. Terbuat dari stainless anti karat. Alat untuk membentuk kue/cookies menjadi aneka bentuk yang… selengkapnya
Rp 40.000Cutter Cookies, ukuran 3,5 cm. Alat untuk membentuk kue / cookies menjadi aneka macam bentuk dengan tema hari raya, diantaranya;… selengkapnya
Rp 45.000Loyang Brownies Ukuran 20 cm. Terbuat dari alumunium 0.4 mm. Ukuran 20 x 10 x 4 cm. Bahan kokoh dan… selengkapnya
Rp 14.000Spesifikasi Dimensi (P x L x T) : 45x40x75 cm Konstruksi/Material : Plat Besi tbl 0.8 mm Finishing : Cat… selengkapnya
*Harga Hubungi CSNampan peniris minyak terbuat dari stainless. Tersedia 3 ukuran: Kecil = 28 x 18 cm Sedang = 32 x 23… selengkapnya
*Harga MulaiRp 22.000
Penekan – Perata Kue, terbuat dari stainless anti karat, tersedia 2 ukuran besar dan kecil. Cek produk selengkapnya di Website… selengkapnya
*Harga MulaiRp 5.000
Kocokan telur balon, terbuat dari stainless anti karat, ukuran panjang 22 cm Produk ini bisa didapatkan langsung melalui website… selengkapnya
Rp 12.000Loyang Bolu Lipat Ukuran 10 cm. Produk terbuat dari alumunium 0.5 mm, ukuran diameter atas 10 cm, diameter bawah… selengkapnya
Rp 3.500Loyang Bulat Press adalah produk yang dijual dengan ukuran tinggi 4 cm dan diameter 16 cm. Produk ini terbuat dari… selengkapnya
Rp 16.500Kotak Donasi Berbentuk Rumah Panjang = 11 cm Tinggi = 13 cm Lebar 11 cm, Tinggi keseluruhan (plus atap) =… selengkapnya
Rp 66.800
Saat ini belum tersedia komentar.